Selasa, 19 Agustus 2008

Kecewa di Akhir Usia



Pernahkah Anda menyadari bahwa kehidupan sesungguhnya hanyalah terdiri dari detik dan menit? Kalau diperluas sedikit lagi, kehidupan hanyalah terdiri atas malam dan siang. Kehidupan juga hanyalah berisi tarikan dan hembusan nafas. Rentetan waktu adalah rentetan kehidupan. Dibandingkan dengan emas dan perak, bahkan dengan kedudukan dan ketenaran, waktu memiliki nilai yang jauh lebih berharga.
Dengarkanlah seruan Allah ini:
“…dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup dan berpikir bagi orang yang mau berpikir dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan?...” (Q.S. Fathir [35]: 37)
“Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maha Tinggi Allah, Raja yang sebenarnya; tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Tuhan (yang mempunyai) ‘Arsy yang mulia.” (Q.S. Al-Mukminun [23]: 115-116)
Sudahkah Anda memberikan penilaian pada diri sendiri dalam hal penggunaan waktu pada siang dan malam? Apakah Anda sudah mengetahui secara persis untuk apa saja Anda pergunakan detik-detik dan menit-menit yang Anda lalui? Masihkah Anda ingat bahwa Anda diciptakan Allah mengemban tugas untuk beribadah kepada-Nya dan menjalani waktu-waktu yang bergulir bersama-Nya?
Begitu banyak orang yang datang dan pergi, bergerak ke sana ke mari, menghabiskan waktu sejak pagi hingga sore, bahkan hingga pagi kembali, demi kebutuhan diri. Padahal kebutuhan orang yang masih hidup itu takkan pernah habis. Kebutuhan itu akan habis seiring datangnya saat kematian. Kematian menjemput musnahlah kebutuhan diri. Selama manusia masih menjalani hidup, kebutuhan itu akan tetap ada bersamanya.
Rasul Saw. yang mulia bersabda:
“Gunakanlah lima perkara sebelum datang lima perkara lainnya: gunakanlah masa mudamu sebelum datang masa tuamu; masa hidupmu sebelum datang kematianmu; waktu luangmu sebelum datang waktu sibukmu; waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu; waktu kayamu sebelum datang waktu miskinmu.”
Dalam mengiringi bergulirnya waktu, hanya dalam tradisi manusialah terdapat liburan, sedangkan menurut Allah Sang Pencipta langit dan bumi itu tidak ada. Seorang muslim yang baik, yang patuh kepada Tuhan yang menciptakannya dan berjalan berlandaskan hukum-hukum-Nya, tidak mengenal kata ‘cuti’ dan ‘libur’ sebelum targetnya tercapai, yakni menapakkan kaki di dalam surga yang dijanjikan-Nya.
Seandainya setelah mati tidak ada pertanggungjawaban, kematian tetaplah menjadi muara setiap makhluk hidup. Tiada yang mampu menepisnya apalagi menghindar darinya. Namun ternyata, Allah menghendaki setelah mati kita dibangkitkan kembali. Setelah kebangkitan itu kita tidak hanya dibiarkan tapi harus menjawab pertanyaan yang diajukan-Nya tentang segala sesuatu sebelum kita menemui kematian.
Bila demikian adanya, masihkah ada waktu luang untuk liburan? Masihkah ada waktu tersisa untuk cuti? Sebagaimana kebanyakan orang melakukannya. Bahkan waktu istirahat pun tidak dikenal dalam ‘kamus’ Allah Swt.
Sesungguhnya Tuhan Sang Pencipta telah berfirman:
“Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (Q.S. Al-Hijr [15]: 99)
Renungkanlah seruan Allah itu. Jelas kita tak punya waktu lagi untuk sekedar istirahat baik di waktu siang maupun malam hari. Malaikat yang ditugaskan Allah untuk mencatat setiap amal yang kita lakukan senantiasa mengintai dengan pena dan lembaran-lembaran mereka. Tak satu pun amal kita yang luput dari catatan mereka. Kalau demikian adanya, masihkah kita memiliki jalan untuk lari dari-Nya? Belumkah timbul keyakinan yang kuat dalam diri kita bahwa kita pasti akan dikembalikan pada-Nya?
Suatu hari ‘Atha bin Rabah lewat di depan sekelompok pemuda yang sedang bersantai. Mereka diam tak melakukan aktivitas apa pun yang bermanfaat. ‘Atha kemudian berkata, “Mengapa kalian tidak bertasbih dan berdzikir? Tidakkah kalian ingat bahwa malaikat senantiasa mencatat setiap perbuatan yang kalian lakukan?”
Allah Yang Maha Pemurah berfirman:
“Tiada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari Kiamat dengan sendiri-sendiri. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang (kepada sesama mukmin). Sesungguhnya Kami mudahkan Al-Quran itu dengan bahasa kalian agar kalian dapat memberi kabar gembira dengan Al-Quran itu kepada orang-orang yang bertakwa dan agar kalian memberi peringatan dengannya kepada kaum yang membangkang. Berapa banyak yang telah Kami binasakan umat-umat sebelum mereka. Adakah kalian melihat seorang pun dari mereka atau kalian dengar suara mereka yang samara-samar?” (Q.S. Maryam [19]: 93-98)

Tidak ada komentar: